Senin, 08 Oktober 2012

Butir-butir Gagasan Fritjof Capra (Resume Bagian I, Visi Baru Kehidupan)


" Inilah yang kita tahu, segala benda itu menyatu, seperti hubungan
darah mengikat seluruh keluarga. Yang terjadi pada bumi, terjadi juga
pada semua penghuni; Manusia tidak merajut jaring kehidupan, ia hanya
secarik benang yang ada padanya; apapun yang ia lakukan pada jaring itu
akan mengena pada dirinya" ( The Web of Life, F. Capra)
Sekarang kita sedang berada di tengah kiris global serius, yang menyentuh semua aspek kehidupan. Kita dibelit krisis kesehatan, ekologi, hubungan  social, ekonomi, politik yang intensitas maupun  luas cakupannya belum pernah  ditemukan sebelumnya dalam catatan sejarah manusia.
Semakin dalam kita pelajari, semakin kita sadari bahwa masalah-masalah utama zaman kita tidak bisa dimengerti secara terpisah-pisah. Masalah-masalah tersebut bersifat sistemik, artinya semua saling terkait satu sama lain. Dengan demikian, harus dilihat sebagai aspek-aspek yang berbeda dari sebuah krisis tunggal, yakni krisis persepsi.
Satu-satunya cara untuk keluar dari kemelut ini adalah melakukan perubahan radikal dalam persepsi, pemikiran, dan nilai-nilai yang kita anut. Kita harus berani mengoreksi  dan mengganti  cara pandang yang using dan mencari cara  pandang  yang lebih tepat. Fritjof Capra dalam empat karya utamanya: The Too of Physic, The Turning Point, The Uncommon Wisdom dan The Web of Life, memang menawarkan suatu visi baru kehidupan.
“Pada awal dua dasawarsa terakhir abad keduapuluh, kita menemukan diri kita berada dalam suatu krisis global yang serius, yaitu suatu krisis kompleks multidimensional yang sei-seginya menyentuh setiap aspek kehidupan, kesehatan dan mata pencaharian, kualitas lingkungan dan hubungan sosial, ekonomi, teknologi dan politik. Krisis ini terjadi dalam dimensi intelektual, moral dan spiritual; suatu krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam catatan sejarah umat manusia” (Fritjof Capra)
Pengalaman mengenai ketidakstabilan kritis yang menuju kemunculan baru (boleh dibaca; keteraturan) biasanya melibatkan emosi-emosi keras, seperti ketakutan, kebingungan, keraguan atau rasa sakit yang menghasilkan krisis eksistensi. Capra menyertai pendapatnya itu, dengan pengalaman komunitas kecil ahli fisika kuantum pada 1920-an, ketika melakukan penelitian atomik dan sub-atomik. Dalam penelitian tersebut, konsep-konsep dasar dan seluruh jalan pikiran mereka mengalami ketegangan dan krisis yang berkepanjangan, hingga Werner Heinsenberg (salah satu diantaranya) berujar; mungkinkah alam memang begitu absurdnya seperti yang terlihat oleh kita pada eksperimen-eksperimen atomik ini?
 Namun usaha itu terus menerus mereka lakukan dengan proses evaluasi yang jujur, hingga berhasil meretas wawasan mengenai hakikat ruang, waktu dan materi serta garis-garis besar paradigma ilmiah baru. Sebuah golden goal, manis dan luar biasa. Tapi perlu dipahami bahwa, gerak perubahan atas pengalaman ketegangan dan krisis, tidak serta merta berarti keteraturan baru sebagaimana perjuangan ahli fisika di atas.
The Tao of Physics
Fritjof Capra: Para Sufi Memahami Akar Akar TAO Tetapi Tidak Ranting Rantingnya;
Para Fisikawan Memahami Ranting Rantingnya Namun Bukan Akar Akarnya.
Sains Tidak Membutuhkan Mistisisme Dan Mistisisme Tidak Membutuhkan Sains, Tetapi Manusia Membutuhkan Keduanya.
Ketertarikan Capra terhadap dunia mistisisme Timur semakin meningkat sejalan dengan kegelisahannya terhadap krisis global yang menyentuh setiap aspek kehidupan. Krisis ekologis, kesenjangan sosial, ekonomi, teknologi, politik, intelektual, moral, dan spritual  merupakan sebagian dari contoh-contoh krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah umat manusia. Krisis-krisis itu seakan-akan mengancam ras manusia yang hidup di atas planet ini. (Jurnal Ilmiah: Saleh Daulay)
Dunia yang dihuni manusia seolah terasa makin tak ramah. Gejolak krisis multidimensi sedang melanda dunia. Hal ini memaksa manusia untuk kembali berefleksi di ruang hening. Beragam krisis dari ekonomi, ekologi, politik, pendidikan, kesehatan, ancaman peperangan, dan terorisme, serta lainnya memunculkan pertanyaan mendasar: “why” (kenapa) dan ada apa dengan dunia yang kita diami?
Menurut Capra, munculnya berbagai krisis global tersebut berawal dari kesalahan cara pandang dunia manusia modern. Pandangan dunia (world-view) yang dipakai selama ini adalah pandangan dunia mekanistik-linear Cartesian dan Newtonian. Di satu sisi, cara pandang ini telah berhasil mengembangkan sains dan teknologi yang memudahkan manusia, namun di sisi lain mereduksi kompleksitas dan kekayaan hidup manusia itu sendiri.  Pandangan mekanistik terhadap alam telah melahirkan pencemaran udara, air, dan tanah yang tentu saja mengancam kehidupan manusia. Penekanan yang berlebihan pada metode ilmiah eksprimental dan rasional analitis telah menimbulkan sikap anti ekologis.
Menurut Capra, kesejajaran dan keparalelan antara fisika kontemporer dan mistisisme Timur merupakan basis fundamental dalam membentuk paradigma holistiknya. Meskipun demikian, ia mengakui bahwa upaya untuk menjembatani  pemikiran rasional-analitis dengan pengalaman meditatif-mistis memang sulit untuk dilakukan. Namun interaksi saintis modern dengan mistisisme Timur merupakan suatu solusi alternatif yang dapat ditawarkan dalam menyelesaikan berbagai krisis global yang menimpa umat manusia belakangan ini.
Menurut Capra, tatanan peradaban dunia saat ini mengalami krisis dikarenakan adanya benturan-benturan dalam berbagai dimensi kehidupan seperti sosial, ekonomi, politik, sains dan teknologi, militer, dan lain-lain. Ancaman perang nuklir merupakan bahasa terbesar yang dihadapi oleh umat manusia saat ini. Semua orang menyadari bahwa kekuatan nuklir itu tidak aman, tidak bersih, dan tidak murah, tetapi mereka tetap saja berlomba-lomba untuk membangun reaktor nulir di mana-mana. Fenomena itu tentu saja menjadi ancaman utama bagi eksistensi manusia di planet ini.
Capra mencoba memetakan problematika sains modern dengan cara menyingkap relasi konsep-konsep dasar fisika modern dengan tradisi-tradisi serta kearifan Timur. Dalam buku itu, Capra memperlihatkan bagaimana kedua tradisi fisika abad ke-20 teori kuantum dan teori relativitas yang kedua-duanya memaksa kita untuk memandang dunia seperti dalam cara pandang penganut Hindu, Budha, dan Taoisme.  Dengan kepiawaiannya, Capra berhasil membawa kita pada suatu pendapat yang sama tentang adanya nuansa paralel antara fisika modern dengan mistisisme Timur.  Menurutnya, pandangan dunia Timur juga merupakan pandangan dunia fisika modern. Pandangan-pandangan tersebut mengusung satu gagasan bahwa pemikiran Timur dan pemikiran mistik pada umumnya memberikan sebuah latar belakang filosofis yang konsisten dan relevan dengan teori-teori sains kontemporer. Dengan demikian, fisika modern telah melangkah di luar wilayah teknologi, bahwa jalan fisika atau Tao dapat menjadi sebuah jalan setapak yang memiliki nurani, sebuah jalan menuju pengetahun spiritual dan penyadaran diri
Modernisme dengan coraknya yang rasional dan materialistik masuk dalam sejarah kehidupan manusia dengan segudang janji-janji tentang kemajuan, kebebasan, persamaan dan humanisme. Tetapi pada akhirnya, modernisme justru didakwa telah mengakibatkan berbagai krisis multidimensi yang disebabkan oleh cara berpikir yang materialistik-mekanik yang melihat dunia hanyalah sebagai obyek perlakuan dengan memecah-mecahnya menjadi bagian-bagian yang terpisah.
The turning point, titik balik kehidupan
Kuatnya arus globalisasi yang melanda seluruh dunia, memberikan tantangan tersendiri terhadap pengokohan moral dalam kehidupan. Apalagi pada kondisi dimana dunia tengah menyaksikan adanya krisis kemanusiaan.
Fritjof  Capra menyatakan, “Pada awal dua dasawarsa terakhir abad keduapuluh, kita menemukan diri kita berada dalam suatu krisis global yang serius, yaitu suatu krisis kompleks multidimensional yang segi-seginya menyentuh setiap aspek kehidupan, kesehatan dan mata pencaharian, kualitas lingkungan dan hubungan sosial, ekonomi, teknologi dan politik. Krisis ini terjadi dalam dimensi intelektual, moral dan spiritual; suatu krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam catatan sejarah umat manusia”
Peradaban yang modern menghasilkan kehidupan baru yang maju berkat ilmu pengetahuan dan teknologi. Tetapi di pihak lain juga mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan yang besar. Kapitalisme menimbulkan kesengsaraan bagi para buruh dan petani, sedangkan imperialisme dan kolonialisme menyebabkan penderitaan yang parah sekali bagi bangsa-bangsa Asia dan Afrika.
Life and Leadership: A system Approach
One of the foremost signs of present-day society is the presence of massively complex systems that increasingly permeate almost every aspect of our lives. The amazement we feel in contemplating the wonders of industrial and informational technologies is tinged by a sense of uneasiness, if not outright discomfort. Though these complex systems continue to be hailed for their increasing sophistication, there is a growing recognition that they have brought with them a business and organizational environment that is almost unrecognizable from the perspective of traditional management theory and practice.
In summary, the new understanding of life implies the following four lessons for the management of human organizations.
Lesson #1
A living social system is a self-generating network of communications. The aliveness of an organization resides in its informal networks, or communities of practice. Bringing life into human organizations means empowering their communities of practice.
Lesson #2
You can never direct a social system; you can only disturb it. A living network chooses which disturbances to notice and how to respond. A message will get through to people in a community of practice when it is meaningful to them.
Lesson #3
The creativity and adaptability of life expresses itself through the spontaneous emergence of novelty at critical points of instability. Every human organization contains both designed and emergent structures. The challenge is to find the right balance between the creativity of emergence and the stability of design.
Lesson #4
In addition to holding a clear vision, leadership involves facilitating the emergence of novelty by building and nurturing networks of communications; creating a learning culture in which questioning is encouraged and innovation is rewarded; creating a climate of trust and mutual support; and recognizing viable novelty when it emerges, while allowing the freedom to make mistakes.
Penutup
Pemikiran Capra yang dikemukakan di atas paling tidak akan mengingatkan kita agar tidak terjerumus pada krisis persepsi dalam menghadapi kompetisi global yang semakin hari semakin gencar. Di samping itu, wacana yang dilontarkan Capra dapat pula membentengi kita agar selalu waspada terhadap krisis spritual yang banyak menimpa manusia modern di abad ini. Capra memperlihatkan bahwa kehidupan harus dipandang bukan lagi secara mekanistik melainkan secara ekologis-sistemik.

Tentang buku:
Penerbit: PPM
ISBN: 979-442-132-4
Bahasa: Indonesia
Judul Buku: Visi Baru Kehidupan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar