Kamis, 15 Maret 2012

Kepemimpinan Dalam Pendidikan (Administrasi Pendidikan)

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
        Menurut kodrat serta irodatnya bahwa manusia dilahirkan untuk menjadi pemimpin. Sejak Adam diciptakan sebagai manusia pertama dan diturunkan ke Bumi, Ia ditugasi sebagai Khalifah fil ardhi. Sebagaimana termaktub dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 30 yang berbunyi : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat”; “Sesungguhnya Aku akan mengangkat Adam menjadi Khalifah di muka Bumi”.
        Dari uraian tersebut jelaslah bahwa manusia telah dikaruniai sifat dan sekaligus tugas sebagai seorang pemimpin. Pada masa sekarang ini setiap individu sadar akan pentingnya ilmu sebagai petunjuk/alat/panduan untuk umat manusia yang semakin besar jumlahnya serta komplek persoalannya. Atas dasar kesadaran itulah dan relevan dengan upaya proses pembelajaran yang mewajibkan kepada setiap umat manusia untuk mencari ilmu. Dengan demikian upaya tersebut tidak lepas dengan pendidikan, dan tujuan pendidikan tidak akan tercapai secara optimal tanpa adanya manajemen atau pengelolaan pendidikan yang baik, yang selanjutnya dalam kegiatan manajemen pendidikan diperlukan adanya pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin.

B.    Rumusan masalah
•    Apa sajakah konsep kepemimpinan dalam pendidikan?
•    Apa saja definisi-definisi kepemimpinan?
•    Apa dimensi pokok dari struktur fundamental kepemimpinan menurut David G. Bowers dan Stanley E. Seashore?
•    Bagaimanakah penjelasan dari pendekatan kepemimpinan, model kepemimpinan serta aplikasinya bagi pendidikan?

C.    Tujuan
•    Mengetahui konsep kepemimpinan dalam pendidikan.
•    Mengetahui definisi-definisi kepemimpinan.
•    Mengetahui dimensi pokok dari struktur fundamental kepemimpinan menurut David G. Bowers dan Stanley E. Seashore.
•    Mengetahui penjelasan dari pendekatan kepemimpinan, model kepemimpinan serta aplikasinya bagi pendidikan.


BAB II
KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN
A.    Konsep Kepemimpinan
 Terdapat tiga konsep kepemimpinan ditinjau dari sejarah perkembangannya, yaitu
•    Konsep yang menganggap bahwa kepemimpinan merupakan suatu kemampuan yang  berupa sifat-sifat yang dibawa sejak lahir yang ada pada diri seorang pemimpin. Ini merupakan konsep kepemimpinan yang paling tua dan paling lama dianut orang. Bahkan dalam kehidupan masyarakat sekarang , konsep ini masih dapat dilihat dengan jelas.
•    Konsep yang memandang kepemimpinan sebagai fungsi kelompok (function of the group). Menurut konsep ini, sukses tidaknya suatu kepemimpinan  tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan atau sifat-sifat yang ada pada seseorang, tetapi yang lebih penting adalah dipengaruhi oleh sifat-sifat dan ciri-ciri kelompok yang dipimpinnya.
•    Konsep ketiga merupakan konsep yang lebih maju lagi. Konsep ini tidak hanya di dasari atas pandangan yang bersifat psikologis dan sosiologis, tetapi juga atas ekonomi dan politis. Menurut konsep ini, kepemimpinan dipandang sebagai suatu fungsi dari situasi (function of the situation) .Disamping sifat-sifat individu pemimpin dan fungsi-fungsi kelompok, kondisi dan situasi tempat kelompok itu berada mendapat penganalisaan pula dalam masalah kepemimpinan. Konsep yang merupakan konsep yang lebih maju ini menunjukkan bahwa betapa pun seorang pemimpin telah memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang baik dan dapat menjalankan fungsinya sebagai anggota kelompok, sukses tidaknya kepemimpinan masih ditentukan pula oleh situasi yang selalu berubah yang mempengaruhi perubahan dan perkembangan kehidupan kelompok yang dipimpinnya.
Dengan demikian untuk mendapay kepemimpinan yang ideal, ketiga konsep di atas harus dipadukan karena ketiga-tiganya bersifat saling melengkapi.

B.    Definisi Kepemimpinan
Berdasarkan konsep-konsep di atas, pengertian kepemimpinan dapat ditelaah dari berbagai segi seperti dikemukakan oleh Prajudi Atmosudirdjo sebagai berikut :
1.    Kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai suatu kepribadian (personality) seseorang yang mendatangkan keinginan pada kelompok orang-orang untuk mencontohnya atau mengikutinya, atau yang memancarkan suatu pengaruh tertentu, suatu kekuatan atau wibawa yang demikian rupa sehingga membuat sekelompok orang-orang mau melakukan apa yang dikehendakinya.
2.    Kepemimpinan dapat pula dipandang sebagai penyebab dari pada kegiatan-kegiatan, proses atau kesediaan untuk mengubah pandangan atau sikap (mental atau fisik) untuk membuat sekelompok orang-orang, baik dalam hubungan organisasi formal maupun informal.
3.    Kepemimpinan adalah suatu seni (art), kesanggupan (ability) atau teknik (technique) untuk membuat sekelompok orang bawahan dalam organisasi formal atau para pengikutnya atau simpatisan dalam organisasi informal mengikuti atau menaati segala apa yang dikehendakinya, membuat mereka begitu antusias atau bersemangat untuk mengikutinya atau bahkan mungkin berkorban untuknya.
4.    Kepemimpinan dapat pula dipandang sebagai suatu bentuk persuasi suatu seni pembinaan kelompok rang-orang tertentu, biasanya melalui “human relations” dan motivasi yang tepat, sehingga mereka tanpa adanya rasa takut mau bekerja sama membanting tulang untuk memahami dan mencapai segala apa yang menjadi tujuan-tujuan organisasi.
5.    Kepemimpinan dipandang sebagai suatu sarana, suatu instrument atau alat untuk membuat sekelompok orang-orang mau bekerja sama dan berdaya upaya menaati segala peraturan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini, kepemimpina dipandang sebagai dinamika suatu organisasi yang membuat orang-orang bergerak, bergiat, berdaya upaya secara “kesatuan organisasi” untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.
Adapun definisi kepemimpinan yang dikutip dari berbagai buku, yaitu:  
1.    Kepemimpinan adalah kekuatan (power) yang didasarkan atas tabiat atau watak yang memiliki kekuasaan lebih, biasanya bersifat normative (Amitai Etzioni)
2.    Kepemimpinan adalah permulaan dari suatu struktur atau prosedur baru untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran organisasi atau untuk mengubah tujuan-tujuan dan sasaran organisasi (James Lipham)
3.    Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan suatu kelompok yang diorganisasi menuju kepada penentuan dan pencapaian tujuan (Ralph M. Stogdill)
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kamampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk di dalamnya kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat serta merasa tidak terpaksa.



C.    Dimensi Pendidikan
        David G. Bowers dan Stanley E. Seashore mengusulkan empat dimensi pokok dari struktur fundamental kepemimpinan, yaitu:
1.    Bantuan (support), tingkah laku yang memperbesar perasaan berharga seseorang dan merasa dianggap penting.
2.    Kemudahan interaksi, tingkah laku yang memberanikan anggota-anggota kelompok untuk mengembangkan hubungan-hubungan yang saling menyenangkan.
3.    Pengutamaan tujuan, tingkah laku yang merangsang antusiasme bagi penemuan tujuan kelompok mengenai pencapain prestasi yang baik.
4.    Kemudahan pekerja, tingkah laku yang membantu pencapaian tujuan dengan kegiatan-kegiatan seperti penetapan waktu, pengoordinasian, perencanaan dan penyediaan sumber-sumber seperti alat-alat, bahan-bahan dan pengetahuan teknis.
Dimensi bantuan dan kemudahan interaksi diringkas menjadi fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok atau kegiatan-kegiatan ekspresif, sedangkan dimensi pengutamaan tujuan dan kemudahan bekerja dapat diringkas menjadi fungsi pencapaian tujuan atau kegiatan-kegiatan instrumental.
Pendapat tentang dimensi kepemimpinan yang telah dibicarakan di atas, secara umum dapat dibagi menjadi dua kategori yang berbeda, yaitu yang mengenai orang dan hubungan interpersonal dan yang mengenai pencapaian produksi dan tugas.

D.    Pendekatan Kepemimpinan
        Dalam mempelajari masalah kepemimpinan terdapat beberapa pendekatan atau teori.  Carrol dan Tosy merangkum pendekatan-pendekatan tersebut menjadi tiga pendekatan atau teori kepemimpinan, yaitu pendekatan sifat, pendekatan perilaku dan pendekatan situasional.

Pendekatan Sifat
        Banyak ahli yang telah berusaha meneliti dan mengemukakan pendapatnya mengenai sifat-sifat baik manakah yang diperlukan bagi seorang pemimpin agar dapat sukses dalam kepemimpinan. Ghizeli dan Stogdil, misalnya, mengemukakan adanya lima sifat yang perlu dimiliki seorang pemimpin, yaitu kecerdasan, kemampuan mengawasi, inisiatif, ketenangan diri, dan kepribadian. Thierauf dan kawan-kawan mengemukakan sifat-sifat kepemimpinan yang baik, yaitu kecerdasan, inisiatif, daya khayal, bersemangat (enthusiasme), optimisme, individualism, keberanian, keaslian (originalitas), kesediaan menerima, kemampuan berkomunikasi, rasa perlakuan yang wajar terhadap sesama, kepribadian, keuletan, manusiawi, kemampuan mengawasi dan ketenangan diri.
        Meskipun telah banyak penelitian tentang sifat-sifat kepemimpinan, hingga kini para peneliti tidak berhasil menemukan satu atau sejumlah sifat yang dapat dipakai sebagai ukuran untuk membedakan pemimpin dan bukan pemimpin. Hal ini menunjukkan bahwa hanya dengan menggunakan pendekatan sifat saja, masalah kepemimpinan tidak akan dapat dipahami dan dipecahkan sevara baik.

Pendekatan Perilaku
        Pendekatan perilaku (Behavioral approach) merupakan pendekatan yang berdasarkan pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan oleh sikap dan gay kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin yang bersangkutan. Sikap dan gaya kepemimpinan itu tampak dalam kegiatannya sehari-hari, dalam hal bagaimana cara pemimpin  itu member perintah, membagi tugas dan wewenangnya, cara berkomunikasi, cara mendorong semangat kerja bawahan, cara memberi bimbingan dan pengawasan, cara membina disiplin kerja bawahan, cara menyelenggarakan dan memimpin rapat anggota, cara mengambil keputusan dan sebagainya.

Pendekatan Situasional
        Pendekatan atau teori kepemimpinan ini dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard berdasarkan teori-teori kepemimpinan sebelumnya. Pendekatan situasional biasa disebut juga pendekatan kontengensi. Pendekatan ini didasarkan atas asumsi bahwa keberhasilan kepemimpinan suatu organisasi atau lembaga tidak hanya bergantung pada atau dipengaruhi oleh perilaku dan sifat-sifat pemimpin saja. Tiap-tiap organisasi atau lembaga memiliki cari-ciri khusus dan unik. Bahkan organisasi atau lembaga yang sejenis pun akan menghadapi masalah yang berbeda karena lingkungan yang berbeda, semangat dan watak bawahan yang berbeda. Situasi yang berbeda-beda ini harus dihadapi dengan perilaku kepemimpinan yang berbeda pula. Karena banyaknya kemungkinan yang dapat dipakai dalam menerapkan perilaku kepemimpinan itu sesuai dengan situasi organisasi organsasi atau lembaga, maka pendekatan situasional ini disebut juga pendekatan pendekatan kontengensi. Sesuai dengan kata kontingensi yang berarti kemungkinan.

E.    Model Kepemimpinan
        Pendekatan situasional atau pendekatan kontingensi melahirkan banyak model kepemimpinan. Beberap model kepemimpinan yang akan diutarakan di sini adalah model kepemimpinan kontingensi Fielder, model kepemimpinan tiga dimensi dan model kepemimpinan lima factor.



Model Kepemimpinan Kontingensi Fielder
        Model ini dikembangkan oleh Fred E.Fielder. Dia berpendapat bahwa keberhasilan seorang pemimpin tidak hanya ditentukan oleh suatu gaya kepemimpinan yang diterapkannya. Dengan kata lain, tidak ada seorang pemimpin yang dapat berhasil hanya dengan menerapkan satu macam gaya untuk semua situasi. Seorang pemimpin akan cenderung berhasil dalam menjalankan kepemimpinannya apabila menerapkan gaya kepemimpinan yang berlainan untuk menghadapi situasi yang berbeda.
    Menurut pendekatan ini, ada tiga variable yang menentukan efektif tidaknya kepemimpinan, yaitu hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin, derajat struktur tugas dan kedudukan kekuasaan pimpinan. Hubungan  antara pemimpin dengan yang dipimpin merupakan variable yang terpenting dalam menentukan situasi yang menguntungkan. Derajat struktur tugas merupakan masukan kedua sangat penting bagi situasi yang menguntungkan dan kedudukan kekuasaan pemimpin yang diperoleh melalui wewenang formal merupakan dimensi penting ketiga dari situasi.
    Berdasarkan pendapat Fielder, maka situasi organisasi atau lembaga dikatakan menguntungkan dalam arti menentukan keberhasilan pemimpin jika :
1.    Hubungan pemimpin dengan anggota bawahan baik, pemimpin disenangi oleh anggota kelompoknya dan ditaati segala perintahnya.
2.    Struktur tugas-tugas terinci dengan jelas dan dipahami oleh tiap anggota kelompok, setiap anggota memiliki wewenang dan tanggung jawab masing-masing secara jelas sesuai dengan fungsinya.
3.    Kedudukan kekuasaan formal pemimpin kuat dan jelas sehingga memperlancar usahanya untuk mempengaruhi anggota kelompoknya.
    Aplikasi bagi Pendidikan
        Dari apa yang diuraikan tentang pendekatan atau teori model-model kepemimpinan, menjadi semakin jelas bagi kita betapa banyak gaya kepemimpinan yang dapat timbul oleh adanya beberapa macam pendekatan yang berbeda. Dalam hubungannya dengan kepemimpinan pendidikan, dapat disimpulkan bahwa pendekatan sifat, pendekatan perilaku dan pendekatan situasional sangat diperlukan. Ketiga-tiganya merupakan variable pokok yang dapat mempengaruhi keberhasilan dan ketidakberhasilan dalam kepemimpinan pendidikan.
        Pendekatan sifat-sifat sangat diperlikan dalam kepemimpinan pendidikan, mengingta bahwa kepala sekolah dan guru-guru ataupun para pendidik lainnya perlu memiliki sifat-sifat yang baik yang sesuai dengan norma-norma yang dituntut oleh pendidikan. Sebagai pendidik, guru dan pendidik diharapkan menjadi suri tauladan, dapat memberikan contoh perilaku yang baik kepada anak-anak didiknya. Kepala sekolah dituntut agar memiliki sifat-sifat yang baik untuk dapat memberikan bimbingan dan sekaligus member contoh kepada guru-guru dan para siswanya.
        Pendekatan perilaku merupakan konsep kepemimpinan yang sesuai dengan prinsip-prinsip mendidik. Tidak seorang pun akan mengingkari bahwa salah satu fungsi pendidikan adalah mengubah tingkah laku. Setiap pendidik di dalam melakukan tugasnya perlu memperhatikan dan menyesuaikan diri dengan perilaku subyek didiknya, baik perilaku sebagai individu maupun perilaku kelompok.
        Pendekatan situasional dalam kepemimpinan pendidikan tidak pula kalah pentingnya. Para pemimpin pendidikan, termasuk kepala sekolah dan guru-guru perlu menyadari bahwa tiap lembaga pendidikan memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga memerlukan perilaku kepemimpinan perilaku yang berbeda pula. Setiap guru yang berpengalaman akan mengetahui bahwa setiap kelas memiliki semangat dan suasana yang berlainan. Maka dengan demikian diperlukan cara pelayanan dan cara mengajar yang bervariasi.
Dengan mengetahui model dan gaya kepemimpinan, diharapkan para pemimpin pendidikan, khususnya kepala sekolah dapat memilih dan menerapkan perilaku kepemimpinan mana yang dipandang lebih efektif berdasarkan sifat-sifat, perilaku kelompok dan kondisi serta situasi lembaga yang dipimpinnya.


BAB III
KESIMPULAN
1.    Terdapat tiga konsep kepemimpinan ditinjau dari sejarah perkembangannya, yaitu:
•    Konsep yang menganggap bahwa kepemimpinan merupakan suatu kemampuan yang  berupa sifat-sifat yang dibawa sejak lahir yang ada pada diri seorang pemimpin
•    Konsep yang memandang kepemimpinan sebagai fungsi kelompok (function of the group).
•    Konsep yang lebih maju adalah konsep yang menganggap kepemimpinan dipandang sebagai suatu fungsi dari situasi (function of the situation.
2.    Kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kamampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk di dalamnya kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat serta merasa tidak terpaksa.
3.    Empat dimensi pokok dari struktur fundamental kepemimpinan, yaitu: Bantuan (support), Kemudahan interaksi, Pengutamaan tujuan, dan Kemudahan pekerja.
4.    Pendekatan kepemimpinan terbagi menjadi: Pendekatan sifat, Pendekatan perilaku dan Pendekatan situasional.
5.    Berdasarkan pendapat Fielder, maka situasi organisasi atau lembaga dikatakan menguntungkan dalam arti menentukan keberhasilan pemimpin jika :
•    Hubungan pemimpin dengan anggota bawahan baik.
•    Struktur tugas-tugas terinci dengan jelas dan dipahami oleh tiap anggota kelompok.

DAFTAR PUSTAKA
Dadang Sulaeman dan Sunaryo, Psikologi Pendidikan, Bandung:IKIP Bandung, 1983.
I.Nyoman Bertha, Filsafat dan Teori Pendidikan, Bandung:FIP IKIP Bandung, 1983.
M. Ngalim Purwanto, Administrasi Pendidikan, Jakarta:Mutiara Sumber-Sumber Benih Kecerdasan, 1986.
Y.W.Junardy, Full Circle managing through, Bandung: Mizan Media Utama, 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar